Saturday, April 18, 2020

[Story Blog Tour] Capable of Destroying Anything

Assalamu'alaikum,

Wahai inspirasi dan semangat yang telah lama menghilang, kembalilah kamu! :D
Gaes, akhirnya setelah melewati masa sulit dengan mengumpulkan tenaga buat ngulik cerita di otak, pergulatan batin dan pikiran dengan mengapus-tulis-apus-tulis cerita di laptop, jadilah sepenggal kisah gaje :3


Check this out!

Capable of Destroying Anything
.:Episode 1:.


Ini bukan ceritaku. Ini cerita tentang dia. Dan ini bukan cerita dimana sebuah kisah romansa bergulir.

Kuparkirkan mobilku di depan kafe yang sudah beberapa bulan ini tidak kukunjungi. Ya, kemarin aku mendapatkan kabar darinya, memintaku untuk datang ke tempat dimana kita sering bertemu.

Kubuka pintu kafe, wangi manis memenuhi ruangan itu. Beberapa pesanan yang memanjakan mata dan lidah diantarkan ke meja para tamu. Tidak lupa wangi kopi pekat memenuhi paru-paruku. Wangi candu yang tidak pernah bisa kutinggalkan sejak aku duduk di bangku kuliah.

Kupendarkan mata dan mencari sosok yang sudah akrab denganku selama 20 tahun terakhir. Melihat wanita berambut pendek sebahu, berwarna coklat gelap membuatku yakin melangkahkan kaki ke arahnya. Dia terlihat sedang menelungkup kepalanya di antara lengannya.

Ahh, lagi? batinku.

Ini bukan pertama kalinya. Baginya, ketika kegagalan yang dia alami cukup hebat, akan membuat lubang besar di hatinya. Dia akan depresi. Namun, hebatnya dia bisa menangani dan mengendalikan semua emosinya itu.

“EL!!” menyadari keberadaanku, dia berseru. Sampai di hadapannya dia langsung melemparkan pelukannya kepadaku. “Makasih udah nyediain waktu buat gue…”

“Jadi, kali ini tentang apa?”

“B*jingan emang si Tirta. Dia ngga tau apa, dia berhadapan sama siapa! Si kampret yang gue ceritain itu… dia bener- bener cowok kurang ajar! Kalo inget dia, gue rasanya pengen bakar aja rumahnya!”

BRAK! Hantaman di meja kafe membuat semua piring dan meja bergeser hebat. Tidak butuh waktu lama menjadi pusat perhatian, ketika bersamanya.

Em… aku mengatakan yang sebenarnya kok, kalau dia itu hebat menangani semua emosinya.

“K*parat jahanam! Penghuni neraka! Gue bakal bongkar semua aibnya!!” emosi Gabia meletup-letup tidak terkendali. Inginku segera menutup mulutnya dengan waffle yang ada di depanku, tapi aku yakin aku yang akan menyesal nantinya. Setelah tarikan napas dalam, akhirnya Gabia berhenti sejenak untuk melihatku. “Lo denger cerita gue kan, Eliana?” tanyanya. Aku memandangnya dengan senyuman kikuk. 

“Gue denger kok. Udah selesai?”

Dia mengangguk. Lalu terdiam sebentar. Oke, sekaranglah saatnya.

Tawanya pecah seketika. Dalam hitungan tidak sampai satu menit setelah dia mengambil napas dalam-dalam. Logikanya kembali bekerja dengan baik.

“Bego banget…” Bia tertawa geli sampai terpingkal. “Gue nemuin akun Facebook cadangannya. Dia gila, dia tebar pesona sama cewek yang berbeda-beda setiap harinya.”

Nah, ini dia. Gabia, si cewek yang hebat. Observasinya terhadap satu hal mengagumkan.

“Dan lo tau, dia itu bukan hidung belang aja. Tapi penipu ulung yang menawarkan asuransi sama cewek yang dia deketin. Gila banget nggak tuh, hahahaha”

Atau lebih tepatnya… menakutkan?

Aku tidak bisa menyembunyikan fakta kalau aku cukup terkejut. Cowok yang membuat Bia penasaran dalam 3 bulan terakhir ini, seorang sales asuransi di salah satu perusahan asing ternama. Dan dia akan berakhir malang.

“Dasar cowok mesum gila, nggak cuma di kantornya aja dia punya kelakukan ‘sakit’. Cuma tertarik merhatiin kaki cewek. Kalau minum cari yang diskonan dengan mencari gara-gara sama pelayanannya, belum lagi…”

Aku melihat sekantong besar tas karton coklat, dan aku yakin itu adalah barang-barang hasil 'perburuan' Bia. Sama seperti saat dia mengobservasi projek yang menjadi tender di kantornya. Aku bisa menebak isinya adalah hardcopy bukti informasi, foto dan hal-hal yang berkaitan dengan si cowok itu.

“Jadi, lo memutuskan buat berhenti deketin dia, setelah tau betapa brengseknya dia?” tanyaku.

“Dia akan nikah.” jawabnya dengan santai. Aku hampir tersedak mendengarnya. Melihat ekspresi wajah Bia, sepertinya kali ini dia serius. 

Bia merogoh kantong tas kartonnya,“Sayangnya sebelum gue bener-bener mencampakannya. Dengan muka yang menjijikan dia menyampaikan undangan ini ke gue.” Lalu tawa sinisnya mengembang, “Gue nggak akan biarin harga diri gue diinjek-injek sama dia.”

Aku pikir ini akan berakhir seperti biasa. Aku pikir dia hanya butuh seseorang yang melihat segala upayanya saat dia mencoba meraih targetnya. Dia tidak pernah bertindak merugikan seseorang ketika sudah puas menumpahkan rasa kesalnya. Hal terburuk yang pernah Bia lakukan hanya sebatas menge-hack akun seseorang dan membocorkan aibnya. Itu pun kejadian sekitar kelas 2 SMA.

Aku sudah terbiasa untuk menjadi ‘tempat sampah’nya dan ‘pedal rem’ saat Bia sedang tidak terkontrol. Namun aku sadar, kapan aku bisa benar-benar menghentikan perbuatannya yang tidak terkontrol itu.

Bia mengeluarkan flash disk dari kantong kartonnya itu. “Fine… Hak dia buat seneng. Tapi, hak gue juga dong buat menjaga harga diri gue.” Dia tersenyum ke arahku sambil menunjukan flash disk di tangannya. “Eliana, kita kasih dia sedikit pelajaran.”

“Bi… tapi gue ada janji sama pasien gue tanggal segitu.” aku mencoba mencari alasan untuk menghentikannya.

“Nggak akan lama, El, postpone aja sebentar.”

“Tapi, Bi…”

Ano hito o bukkorosu!” (I will destroy him). Matanya berbeda. 

Seperti yang kubilang tadi, Bia itu wanita yang hebat. Dia akan berusaha mendapatkan targetnya, tidak peduli bagaimana hasilnya. Dia akan serius mengusahakannya. Dia bisa mendapatkan segala informasi penting yang dia butuhkan, sekalipun dia bukan seorang hacker. Dia bisa sedikit beberapa bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jerman, Jepang, Korea dan beberapa bahasa yang lainnya. Gabia yang kukenal sejak duduk di bangku sekolah dasar adalah seorang yang kuat cara pikirnya, mental dan kemampuan memecahkan solusi.

“Minggu depan jemput gue jam 11 ya, El.” Senyum manisnya mengembang. Dengan wajah yang seperti itu, tidak ada yang menyangka kalau dia sebenarnya sedang merencanakan sesuatu yang di luar dugaan.

Dan kali ini, aku tidak bisa berkutik untuk menghentikan tindakannya.

--

--

Aku dan Gabia memasuki sebuah gedung pernikahan. Acara ini luar biasa. Setiap detail ornament hiasannya menunjukan harga yang fantastis. Tidak heran, kalau banyak orang yang tidak tahu harga dan nilai pasarannya. 

“Siapa, Bi?” tanyaku, saat melihat Bia terus sibuk dengan ponselnya.

“Masahiro, temen gue yang di Jepang.” Jawabnya singkat. Di luar dugaan, Bia malah sibuk dengan hal lain dan seakan tidak tertarik melakukan sesuatu di acara ini. Aku mungkin bisa bernapas lega, karena apa yang kupikirkan ternyata salah.

“Ngomong-ngomong, cowok ini juga berkerja di perusahaan Jepang kan?”

“Yap.” Matanya berbinar saat menjawab pertanyaanku. Seolah aku telah mendapatkan poin penting, dari yang dia maksudkan sampai detik ini. Namun aku masih tidak mengerti. 

Kupendarkan pandangan pada sekeliling, dan menemukan layar besar yang menampilkan foto pre-wedding mempelai pria dan wanita. Alunan musik romantispun mengiringi. Pikiranku tertuju pada layar besar yang bisa menampilkan apapun. Bahkan data yang selama ini Bia kumpulkan di dalam flash disk itu. Ah!

“Kita tunggu tarian jari-jarinya Masahiro.” Bia tersenyum sinis melihat ke arah operator. Lalu beberapa diantara mereka nampak kebingungan.

Seorang operator berteriak dan menghampiri salah satu WO. Karena kami berada tidak jauh dari mereka, kurang lebih aku bisa menangkap situasi yang sedang mereka bicarakan.

“… tulisan di layar monitor bahasa Jepang, tapi  mungkin aja dari bos pengantin pria, katanya orang Jepang.”

“…Hack? atau sistem email baru? Coba hold dulu.” Operator lainnya mendatangi mereka yang sedang berbicara.

“…hei gawat, hitungan mudur. Apa kita harus matikan listriknya?"
Lalu alunan musik dan bunga Sakura terefleksi di layar besar. Foto-foto pengantin pria dan pengantin wanita muncul. Lalu disusul dengan foto pengantin pria yang sedang memandang dengan serius ke arah kaki wanita memakai rok mini. Chat-chat pengantin pria dengan beberapa wanita dan saling melemparkan rayuan gombal.

Semua adalah hal yang Bia ceritakan kepadaku. Masahiro dan Bia adalah orang dibalik kejadian ini. 

Para tamu kini mulai heboh dan berbisik. Karena menjadi sorotan, pengantin pria dan wanita yang sedang dimabukan cinta dan kebahagian menyadari posisinya. Tatapan tajam dan dingin ditujukan kepada pengantin pria. Pengantin wanita mulai mengalihkan pandangannya ke layar besar di samping panggung utama. Dan melihat sesuatu yang mungkin akan membuatnya malu seumur hidup.

“Datang.” Gabia berseru saat melihat seorang wanita berjalan dengan tergesa ke arah panggung pengantin dengan membawa segelas jus jeruk dingin.

PYAR! Dalam sekejap wanita itu melemparkan air jeruk yang ada di tangannya dan membanting gelas itu sehingga menggelinding di antara kaki para tamu.

“Kamu kira aku nggak berani, hah!?” air matanya mengembang di kedua matanya, perasaan yang bercampur aduk yang sulit dideskripsikan. Antara malu, marah dan benci. “Cowo brengsek!”

“Yu…nita…” pengantin pria berseru kaget. Melihat ekspresinya aku tahu, pengantin pria sama sekali tidak tahu, kenapa wanita itu berbuat demikian. 

Dia mungkin adalah salah satu mantan kekasih atau mungkin kekasih pengantin pria yang dijadikan bidak oleh Masahiro dan Bia.

Pengantin wanita sudah tidak bisa lagi menahan amarah dan malu. Dia mendorong pengantin pria sampai jatuh dan terduduk di lantai panggung. Pengantin wanita menahan tangisnya dan kembali ke ruang belakang panggung.

Gabia memegang perutnya dan menahan tawa sekuat tenaga. “Udah yuk, El…” seraya dia menyentuh pundakku yang masih tidak percaya dengan kekacauan yang sedang kusaksikan ini.

“Bi, lo…” aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku, namun dia menjawabnya dengan senyuman dingin.

“Ngga usah khawatir, El…” Gabia merangkul lenganku. Dia mengajakku menjauh dari kerumunan orang yang sedang heboh itu. “Dia pantas kok. Percaya deh, dia pantas mendapatkannya. Dan gue nyelamatin hidup si cewek.” Gabia tersenyum penuh percaya diri kali ini.

Bruk. Seseorang bertabrakan dengan Gabia.

“Ups, sorry…” Gabia berseru.

Don’t mind.” Lelaki berusia pertengahan 30 tahunan, bersetelan jas hitam mewah melihat Bia dengan tatapan teduh. Bia sepertinya cukup terpana dengan penampilan lelaki yang ada di depannya, namun dia kembali menyadarkan diri dan mengajakku segera pergi dari tempat itu.

Jal saenggyeotta.” (He’s hot) Gabia berbisik kepadaku. Namun sekarang aku sama sekali tidak tertarik dengan apapun, kecuali penjelasan darinya.

Gabia adalah gadis biasa seperti gadis pada umumnya. Dia hanya berusaha melakukan yang terbaik sesuai dengan keyakinannya. Dia juga sangat berhati-hati untuk tidak menempatkan dirinya dalam keadaan yang berbahaya. Sampai pada akhirnya aku menyadari kalau aku terlalu naif memandang dirinya.

--

--

Seminggu yang lalu aku adalah saksi dari sebuah kejahatan yang dilakukan oleh temanku. Dia memberikan pelajaran kepada seseorang yang telah melukai harga dirinya. Sampai dimana Gabia menceritakan semua kepadaku, aku menganggap semua ini adalah kejahatan yang harus aku laporkan kepada polisi.

Namun akhirnya aku tahu, yang Gabia lakukan bukan hanya melindungi harga dirinya. Namun juga calon pengantin wanita dari pria yang membuatnya tertarik 3 bulan belakangan ini.


-Flashback-

“Cowok itu punya ambisi yang luar biasa. Dia mendapatkan umpan yang besar dan tidak akan ragu untuk bisa memanfaatkan istrinya kelak.” Aku mendengarkan cerita Gabia saat perjalanan pulang dari acara pernikahan cowok yang telah melukai harga dirinya itu.

“Lo ngga bisa sembarangan ng-judge seseorang.” Aku masih sedikit emosi karena tidak suka terlibat dalam kejahatan yang dia lakukan barusan. Dan aku masih tidak menyangka kalau Bia bisa melakukan hal itu.

“Tadinya gue ngga mau berbuat sejauh ini, El. Cukup dengan membuat calon istrinya menerima informasi yang gue dapatkan tentang dia.” Tawanya perlahan menghilang.

“Yang terjadi ngga seperti itu, Bi. Lo memanfaatkan orang lain, untuk membuat acara itu hancur.”

“Cewek itu mantannya. Dia dijanjikan akan dinikahi oleh si brengsek Tirta.” Ada saat dimana aku merasa Bia terbebani dengan hal yang sudah terjadi. “Tapi bukan hanya itu yang membuat gue geram. Setelah mencoba menghack DM instagram Tirta, Masahiro menemukan satu percakapan dia dan teman-temannya di grup rahasia. Meskipun gue nggak tau benar atau tidaknya obrolan itu, mereka berencana buat mencelakakan istrinya.

Aku mengerem mobil mendadak. Dan melihat ke arahnya dengan perasaan yang bercampur aduk. Mendengar suara klakson di belakang, aku segera menjalankan kembali mobilku dan menepikannya di tempat yang lebih aman.

“Maksud lo Tirta dan teman-temannya akan melakukan hal gila kepada istrinya? Dan lo percaya apa yang Masahiro dapatkan?”

“Gue percaya. Masahiro juga awalnya menolak saat gue minta dia untuk hacking  Tirta, terlebih sama orang yang ngga dia kenal.”

“Tapi pada akhirnya lo melakukan lebih dari sekedar hacking dan observasi. Dan, Bi… Masahiro orang Jepang, mungkin aja kan dia justru lagi iseng, main-main sama lo?”

“Masahiro half Indonesia, El. Dia ngerti ini masalah yang serius.” Aku tidak bisa lebih kaget dari ini. Dan kepalaku seakan mau meledak menerima kenyataan yang sedang dibicarakan oleh Gabia. Gabia masih terlihat dingin dengan pandangan sayunya.

“Ok, jadi ini semua rencana lo dan Masahiro. Gimana kalau lo dituntut gara-gara ini?”

“Masahiro bakal bantu gue. Dia bakal apus jejak digital dan lain-lainnya” Gabia menatapku dan tersenyum. “Tenang aja, ini pelajaran yang pantas untuk si brengsek itu.” Gabia mencoba tersenyum namun aku tahu, jauh disudut hatinya dia merasakan beban yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

-End of flashback-


Aku menghampiri resepsionis di klinik kecilku. Setelah makan siang, aku kembali dan melanjutkan pekerjaanku.

“Tolong panggil pasien selanjutnya ya.” Aku kembali memakai jas putihku dan bermaksud untuk kembali ke ruangan.

“Maaf Dok, tapi ada temen dokter yang mau bertemu Dokter. Dia menunggu di ruangan Dokter.”

“Siapa?”

“Nona Gabia.” Seminggu telah berlalu dan aku belum pernah mendengar lagi kabar sejak hari itu. Dan kini Gabia sendiri yang menghampiriku. Suatu hal yang tidak seperti biasanya.

“Hai, Bi.” Aku melihatnya menunggu dengan tidak sabar, sambil menggigit kuku jarinya.

“El, gue nggak tau harus sama siapa lagi cerita. Gue bener-bener bingung.” Kulihat tangan kanannya menggenggam pena hitam bercampur dengan warna keemasan.

“Tenang, Bi. Lo ngga biasanya…”

“Gue udah cari tau kemana-mana dan udah berpikir keras, tapi tetap nggak ingat dan menemukan petunjuk apapun. Gue bahkan belom berani cerita sama Masahiro.”

Gabia menujukan pena itu ke arahku, membuka bagian tengahnya dan terlihat ujung flash disk. Itu adalah recorder pen.

“Siapa yang menaruh, dan gimana benda berbahaya ini ada di tas gue, gue bener-bener nggak tau.” Kami saling bertatapan bingung dan cemas. Aku yakin saat Gabia mengatakan hal itu, itu bukan hal yang bisa disepelekan.

Ini bukan ceritaku. Tapi tentangnya yang terjembab di lubang yang penuh dengan tumpukan duri dan racun. Namun sekarang, aku terseret dalam kisahnya.

Bersambung… ke blog Saa

--
--
--
Udah lama ngga SBT-an, dan udah lama nggak nulis cerita. Mohon maaf atas segala kegajean di atas. Bahkan sebelum jadi cerita ini, cerita yang sebelumnya (sebelum gue apus) lebih 'ih, apa banget...' wakakak

Ini adalah challenge menulis bernama 'STORY BLOG TOUR', dimana member lain yang sudah diberi urutan melanjutkan cerita sesuai imajinasinya di blog pribadinya. Jadi, jika ingin tahu kelanjutan cerita di atas sampai akhir, silakan mengikuti link blog yang ditampilkan di setiap akhir cerita yaa :)

Gue, Zu. Mendapat giliran pertama membuat cerita. Cerita ini akan dilanjutkan secara berantai oleh member grup lain yang berpartisipasi ke dalam challenge ini.

Ep 1 : Capable of Destroying Anything |
Ep 2 : The One Who’s Watching From Afar | by : Saa
Ep 3 : Mystery | by Saidah
Ep 4 : Am I Lucifer? | by Nadhira
Ep 5 : Revenge | by Kenti
Ep 6 : Cold Blooded Bodyguard | by Nana

1 comment:

  1. The story is begin..
    Aku mencium bau-bau balas dendam nih kayaknya..

    ReplyDelete