Sunday, March 13, 2016

[Fiction Misteri] : Cerita



Cerita ini juga dibikin hampir berbarengan dengan flashfic 'Kecelakaan' yang gue posting sebelum ini. Yang ini pun dibintangi oleh tokoh Original Character gue, tapi tokoh Kak Lex dari serial Johan juga keluar. Begitu besarnya pengaruh cerita Kak Lex sama cerita-cerita gue ini, wehehehe. 


Tema : Cerita
Kalimat pertama : Bajunya merah seperti apel.
Check it! Check it!


"Cerita"
Bajunya merah seperti apel.
Jarang sekali aku melihat seorang lelaki memakai warna baju yang mencolok seperti itu. Tubuhnya tinggi besar, kulitnya kecoklatan, dengan rambut cepak abri-nya, membuat siapapun yang melihatnya tidak berkedip selama beberapa detik. Wajah sombongnya, mungkin cenderung sengak. Senyumnya selalu menyinggungkan sebuah seringai yang mengerikan, membuatnya mempunyai kesan sedikit liar.

Bagiku hanya ada satu kata untuk menggambarkan dia : Menawan.

Menurut pengamatanku, sepertinya dia tidak suka berhubungan dengan wanita. Dia jarang sekali jalan bahkan ngobrol bareng wanita. Aku menduga ketika nanti dia sudah mempunyai wanita yang dia sukai, cowok ini pasti-lah sangat posesif. Namun di samping itu, entah kenapa aku merasa dia memiliki kecerdasan yang luar biasa.

Sial, kalian pikir aku pasti benar-benar maniak (atau apa) karena terlalu berambisi memperhatikan sosok cowok yang menyita seluruh perhatianku.

Ya, jujur saja, mataku tidak pernah sedetik pun melepaskan pandangan darinya. Ketika di dalam keramaian aku pasti bisa menemukan cowok itu. Dan sepertinya aku memang telah jatuh cinta pada pandangan pertama. Padahal saling kenal pun belum, aku tidak tahu kenapa aku bisa semudah itu untuk jatuh cinta.

Tapi ketika aku sadar, aku terus mencari tahu tentang dirinya setiap hari. Terus mengikutinya saat menangkap sosoknya.

Sepertinya dia anak jurusan tehnik mesin, batinku.

Dia selalu masuk kelas yang sama dengan rombongan anak-anak teknik mesin. Meskipun satu kampus dengan cowok itu, selama dua tahun aku berkuliah di sini, aku baru melihatnya beberapa bulan belakangan ini. Apa itu berarti dia anak baru? Dia lebih muda dariku?

Arrrggh, aku tidak punya keinginan untuk berhubungan dengan cowok lebih muda dariku. Tapi entah kenapa setiap cowok yang mendekatiku atau menjadi kandidat untuk dijadikan pacar, mereka selalu lebih muda dariku. Apa ada yang salah denganku?

--

Suatu hari ketika aku melihatnya sedang mengerjakan sesuatu di pendopo Fakultas Teknik, aku melihat dia meninggalkan sesuatu di sana. Aku ingin berteriak dan memperingatkannya, namun kemudian aku berpikir ini adalah kesempatanku.

Aku akan menjadi seorang pahlawan yang menemukan barangnya yang ketinggalan. Dia akan merasa hutang budi padaku, dia akhirnya berkenalan denganku. Lalu kita berteman, dan... mungkin saja kita bisa berpacaran setelah itu.

Membayangkan hal itu dadaku berdegup kencang, wajahku memanas, dan aku ingin segera hal itu benar-benar menjadi kenyataan.

Kudekati pendopo Fakultas Tehnik dan melihat buku Teknik Mesin yang sama sekali tidak aku mengerti, lalu aku mencari-cari nama si pemilik buku itu di bagian depan buku.

“Frankie Cahyadi?” Aku mengerutkan dahiku, seperti menyadari ada sesuatu yang aneh.
Namun kemudian aku tersenyum senang—hampir aku loncat kegirangan—saat sadar telah mendapatkan temuan yang besar.

Aku akan menyusun rencana selanjutnya dan mempersiapkan diri sematang mungkin, mungkin juga aku harus menyiapkan jantungku agar tidak berhenti saat berhadapan langsung dengannya nanti.

--

Kutelusuri gedung tehnik yang mayoritas di sana penghuninya adalah cowok. Mereka menatapku dengan heran, yang seakan-akan mengatakan ‘kenapa ada alien nyasar ke sini?’

Oke, belum apa-apa aku sudah mendapat ujian yang begini berat.

Kuberanikan diri untuk bertanya kepada seorang anak cowok. Dan diantara sekian banyak anak cowok, aku milih untuk bertanya kepada yang paling cupu. Setidaknya itu mengurangi rasa canggungku, pikirku.

“Misi... Lo tau nggak kelas anak teknik mesin angkatan 2015? Tadi sempet gue liat masuknya ke gedung ini, ke kelas mana ya?”

“Hm... teknik mesin 2015 ya? Ruang 207D, kalo nggak salah. Lo naik aja lewat tangga itu, terus belok ke kiri, ruangan yang paling pojok.”

“Thanks.”

Aku mendekati ruang kelas 207D yang pintunya terbuka. Terdengar kericuhan di dalam sana, tanda bahwa sedang tidak ada dosennya.

Aku melongokkan kepalaku di pintu dan memendarkan pandanganku.

Aneh, biasaya aku selalu bisa menangkap sosoknya dengan cepat, namun aku masih terus melihat dan mencari sosoknya di antara kerumunan cowok-cowok, yah... kelas itu memang  isinya sebagian besar lelaki sih.

“Ada apa ya?” seorang cowok jangkung berkulit putih dan terkesan rapih ini menegurku.

“Mm... anu... Frankie Cahyadi ada?”

Semua gerakan anak-anak yang ada di kelas itu terhenti dan menujukan pandangannya ke arahku.

“Frankie...Cahyadi?” cowok itu mengulang kembali nama seseorang yang aku sebutkan. Lalu cowok itu terlihat bingung. “Guys, ada yang kenal Frankie Cahyadi?”

Sesaat aku tertegun, kenapa dia bertanya seakan-akan tidak ada orang yang bernama Frankie Cahyadi. 

Semua kompak menggeleng. Dan aku tambah bengong.

“Sori, lo salah kelas kali?”

“Em... ini jurusan tehnik mesin angkatan 2015 kan?” Cowok itu mengangguk mantap.

“Emangnya ada berapa kelas jurusan tehnik mesin angkatan 2015?”

“Cuma dua.” 

“Gue masuk kelas B juga sesekali, tapi emang nggak ada orang namanya Frankie.” Sahut cowok yang keliatannya brutal di belakang cowok rapih ini.

Aneh, setelah kupastikan lagi tadi siang di bukunya, memang tertulis nama Frankie Cahyadi. Teknik Mesin 2015. Ah! Iya bukunya!

“Tunggu sebentar, gue lihat bukunya dulu.” Aku merogoh isi dalam tas dengan panik, mencari buku milik Frankie, tapi tidak kutemukan buku itu di tasku. Tidak ada? Masa iya bukunya lenyap.

Kejadiannya baru siang tadi dan aku tidak mungkin meninggalkannya di tempat lain.

“Sori, kayanya ada yang ketinggalan.” Aku segera pamit dan mengucapkan terima kasih kepada cowok rapih itu.

Sial, aku seperti orang linglung dibuatnya. Kenapa bukunya tiba-tiba hilang? Kenapa tidak ada anak yang bernama Frankie Cahyadi? Apa ada yang salah dengan otakku?

--

“Pulang bareng nggak?” tanya Jane sahabat baikku. Aku mengangguk lemah. Aku masih kepikiran soal tadi dan masih belum bisa tenang.

“Udah sore banget ya...” Jane menatap langit orange yang mulai hilang dan berubah menjadi gelap. Dia menungguku di depan kelas sambil memandang ke luar jendela, saat aku sedang membereskan loker .

Brak! 

Sebuah buku jatuh dari dalam lokerku saat aku berusaha mengambil buku lain. Ah, itu novel yang pernah kubaca beberapa bulan yang lalu. Sudah lama sekali.
 
Pengurus MOS Harus Mati, karya Lexie Xu.

Novel ini benar-benar bagus menurutku, ceritanya biasa tapi penulisnya bisa menggambarkan alur cerita yang tidak membosankan. Tidak hanya cerita horor yang mencekam yang berhasil dia tulis, beberapa adegan romance-comedy dari kedua peran utama pun membuat aku hanyut dalam cerita yang menyenangkan. Aku sering bermimpi dan mendambakan kisah cinta yang menarik seperti yang dialami mereka berdua. Bahkan aku sangat tergila-gila oleh lelaki yang menjadi peran utama di sana.
Kalau tidak salah nama peran utamanya Hanny, ya sama seperti namaku. Dan pasangannya...

“Hanny! Udah belum?”

Brak!

Buku yang sedang kupegang itu terjatuh lagi dari tanganku.

Aku ingat sekarang! 
Pantas begitu aku mendengar nama Frankie Cahyadi, aku merasa tidak asing. Itu adalah nama pasangan si peran utama dalam novel ini!

Tokoh itu adalah tokoh favoritku dalam novel ini.

Tiba-tiba kepalaku sakit sekali. Dadaku berdebar tidak karuan entah karena apa. Mungkin karena perasaan cemas? Atau takut?

Lalu yang aku lihat selama beberapa bulan ini siapa? Apa itu adalah cerita karanganku sendiri di alam bawah sadarku?


FIN~

3 comments:

  1. Replies
    1. Cuma rada miring aja wakakaka
      Eh Emud ngikutin johan series juga kah?

      Delete
    2. Gak, Zu. Malah baru tau dari Zu, muehehehe.

      Delete