Cerita ini juga dibikin hampir berbarengan dengan flashfic 'Kecelakaan' yang gue posting sebelum ini. Yang ini pun dibintangi oleh tokoh Original Character gue, tapi tokoh Kak Lex dari serial Johan juga keluar. Begitu besarnya pengaruh cerita Kak Lex sama cerita-cerita gue ini, wehehehe.
Tema : Cerita
Kalimat pertama : Bajunya merah seperti apel.
Check it! Check it!
"Cerita"
Bajunya merah seperti apel.
Jarang sekali aku melihat seorang lelaki memakai warna baju
yang mencolok seperti itu. Tubuhnya tinggi besar, kulitnya kecoklatan, dengan
rambut cepak abri-nya, membuat siapapun yang melihatnya tidak berkedip selama
beberapa detik. Wajah sombongnya, mungkin cenderung sengak. Senyumnya selalu
menyinggungkan sebuah seringai yang mengerikan, membuatnya mempunyai kesan
sedikit liar.
Bagiku hanya ada satu kata untuk menggambarkan dia :
Menawan.
Menurut pengamatanku, sepertinya dia tidak suka berhubungan
dengan wanita. Dia jarang sekali jalan bahkan ngobrol bareng wanita. Aku
menduga ketika nanti dia sudah mempunyai wanita yang dia sukai, cowok ini
pasti-lah sangat posesif. Namun di samping itu, entah kenapa aku merasa dia
memiliki kecerdasan yang luar biasa.
Sial, kalian pikir aku pasti benar-benar maniak (atau apa)
karena terlalu berambisi memperhatikan sosok cowok yang menyita seluruh perhatianku.
Ya, jujur saja, mataku tidak pernah sedetik pun melepaskan
pandangan darinya. Ketika di dalam keramaian aku pasti bisa menemukan cowok
itu. Dan sepertinya aku memang telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Padahal saling kenal pun belum, aku tidak tahu kenapa aku bisa semudah itu
untuk jatuh cinta.
Tapi ketika aku sadar, aku terus mencari tahu tentang
dirinya setiap hari. Terus mengikutinya saat menangkap sosoknya.
Sepertinya dia anak
jurusan tehnik mesin, batinku.
Dia selalu masuk kelas yang sama dengan rombongan anak-anak
teknik mesin. Meskipun satu kampus dengan cowok itu, selama dua tahun aku
berkuliah di sini, aku baru melihatnya beberapa bulan belakangan ini. Apa itu
berarti dia anak baru? Dia lebih muda dariku?
Arrrggh, aku tidak punya keinginan untuk berhubungan dengan
cowok lebih muda dariku. Tapi entah kenapa setiap cowok yang mendekatiku atau
menjadi kandidat untuk dijadikan pacar, mereka selalu lebih muda dariku. Apa
ada yang salah denganku?
--
Suatu hari ketika aku melihatnya sedang mengerjakan sesuatu
di pendopo Fakultas Teknik, aku melihat dia meninggalkan sesuatu di sana. Aku
ingin berteriak dan memperingatkannya, namun kemudian aku berpikir ini adalah
kesempatanku.
Aku akan menjadi seorang pahlawan yang menemukan barangnya
yang ketinggalan. Dia akan merasa hutang budi padaku, dia akhirnya berkenalan
denganku. Lalu kita berteman, dan... mungkin saja kita bisa berpacaran setelah
itu.
Membayangkan hal itu dadaku berdegup kencang, wajahku
memanas, dan aku ingin segera hal itu benar-benar menjadi kenyataan.
Kudekati pendopo Fakultas Tehnik dan melihat buku Teknik
Mesin yang sama sekali tidak aku mengerti, lalu aku mencari-cari nama si
pemilik buku itu di bagian depan buku.
“Frankie Cahyadi?” Aku mengerutkan dahiku, seperti menyadari
ada sesuatu yang aneh.
Namun kemudian aku tersenyum senang—hampir aku loncat
kegirangan—saat sadar telah mendapatkan temuan yang besar.
Aku akan menyusun rencana selanjutnya dan mempersiapkan diri
sematang mungkin, mungkin juga aku harus menyiapkan jantungku agar tidak
berhenti saat berhadapan langsung dengannya nanti.
--
Kutelusuri gedung tehnik yang mayoritas di sana penghuninya
adalah cowok. Mereka menatapku dengan heran, yang seakan-akan mengatakan
‘kenapa ada alien nyasar ke sini?’
Oke, belum apa-apa aku sudah mendapat ujian yang begini
berat.
Kuberanikan diri untuk bertanya kepada seorang anak cowok.
Dan diantara sekian banyak anak cowok, aku milih untuk bertanya kepada yang
paling cupu. Setidaknya itu mengurangi rasa canggungku, pikirku.
“Misi... Lo tau nggak kelas anak teknik mesin angkatan 2015?
Tadi sempet gue liat masuknya ke gedung ini, ke kelas mana ya?”
“Hm... teknik mesin 2015 ya? Ruang 207D, kalo nggak salah.
Lo naik aja lewat tangga itu, terus belok ke kiri, ruangan yang paling pojok.”
“Thanks.”
Aku mendekati ruang kelas 207D yang pintunya terbuka.
Terdengar kericuhan di dalam sana, tanda bahwa sedang tidak ada dosennya.
Aku melongokkan kepalaku di pintu dan memendarkan
pandanganku.
Aneh, biasaya aku selalu bisa menangkap sosoknya dengan
cepat, namun aku masih terus melihat dan mencari sosoknya di antara kerumunan
cowok-cowok, yah... kelas itu memang
isinya sebagian besar lelaki sih.
“Ada apa ya?” seorang cowok jangkung berkulit putih dan
terkesan rapih ini menegurku.
“Mm... anu... Frankie Cahyadi ada?”
Semua gerakan anak-anak yang ada di kelas itu terhenti dan
menujukan pandangannya ke arahku.
“Frankie...Cahyadi?” cowok itu mengulang kembali nama
seseorang yang aku sebutkan. Lalu cowok itu terlihat bingung. “Guys, ada yang
kenal Frankie Cahyadi?”
Sesaat aku tertegun, kenapa dia bertanya seakan-akan tidak
ada orang yang bernama Frankie Cahyadi.
Semua kompak menggeleng. Dan aku tambah bengong.
“Sori, lo salah kelas kali?”
“Em... ini jurusan tehnik mesin angkatan 2015 kan?” Cowok itu mengangguk mantap.
“Emangnya ada berapa kelas jurusan tehnik mesin angkatan
2015?”
“Cuma dua.”
“Gue masuk kelas B juga sesekali, tapi emang nggak ada orang
namanya Frankie.” Sahut cowok yang keliatannya brutal di belakang cowok rapih
ini.
Aneh, setelah kupastikan lagi tadi siang di bukunya, memang
tertulis nama Frankie Cahyadi. Teknik Mesin 2015. Ah! Iya bukunya!
“Tunggu sebentar, gue lihat bukunya dulu.” Aku merogoh isi
dalam tas dengan panik, mencari buku milik Frankie, tapi tidak kutemukan buku
itu di tasku. Tidak ada? Masa iya bukunya lenyap.
Kejadiannya baru siang tadi
dan aku tidak mungkin meninggalkannya di tempat lain.
“Sori, kayanya ada yang ketinggalan.” Aku segera pamit dan
mengucapkan terima kasih kepada cowok rapih itu.
Sial, aku seperti orang linglung dibuatnya. Kenapa bukunya
tiba-tiba hilang? Kenapa tidak ada anak yang bernama Frankie Cahyadi? Apa ada
yang salah dengan otakku?
--
“Pulang bareng nggak?” tanya Jane sahabat baikku. Aku
mengangguk lemah. Aku masih kepikiran soal tadi dan masih belum bisa tenang.
“Udah sore banget ya...” Jane menatap langit orange yang
mulai hilang dan berubah menjadi gelap. Dia menungguku di depan kelas sambil
memandang ke luar jendela, saat aku sedang membereskan loker .
Brak!
Sebuah buku jatuh dari dalam lokerku saat aku berusaha
mengambil buku lain. Ah, itu novel yang pernah kubaca beberapa bulan yang lalu.
Sudah lama sekali.
Pengurus MOS Harus Mati, karya Lexie Xu.
Novel ini benar-benar bagus menurutku, ceritanya biasa tapi
penulisnya bisa menggambarkan alur cerita yang tidak membosankan. Tidak hanya
cerita horor yang mencekam yang berhasil dia tulis, beberapa adegan romance-comedy dari kedua peran utama
pun membuat aku hanyut dalam cerita yang menyenangkan. Aku sering bermimpi dan
mendambakan kisah cinta yang menarik seperti yang dialami mereka berdua. Bahkan
aku sangat tergila-gila oleh lelaki yang menjadi peran utama di sana.
Kalau tidak salah nama peran utamanya Hanny, ya sama seperti
namaku. Dan pasangannya...
“Hanny! Udah belum?”
Brak!
Buku yang sedang kupegang itu terjatuh lagi dari tanganku.
Aku ingat sekarang!
Pantas begitu aku mendengar nama Frankie
Cahyadi, aku merasa tidak asing. Itu adalah nama pasangan si peran utama dalam
novel ini!
Tokoh itu adalah tokoh favoritku dalam novel ini.
Tiba-tiba kepalaku sakit sekali. Dadaku berdebar tidak
karuan entah karena apa. Mungkin karena perasaan cemas? Atau takut?
Lalu yang aku lihat selama beberapa bulan ini siapa? Apa itu
adalah cerita karanganku sendiri di alam bawah sadarku?
FIN~
Delusi akut ya si Hanny? Hiiy
ReplyDeleteCuma rada miring aja wakakaka
DeleteEh Emud ngikutin johan series juga kah?
Gak, Zu. Malah baru tau dari Zu, muehehehe.
Delete