Saturday, January 9, 2016

[Story Blog tour] Rumah Tua



Ini adalah Challenge menulis OWOP, temanya STORY BLOG TOUR. Di mana member lain yang sudah diberi urutan absen melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya.
Saya Zu (nama panggilan, nama yang di blog Dhira adalah nama fullname saya) mendapatkan giliran untuk membuat episode kedua dalam serial story blog tour ini.


Dan inilah episode keduanya, cekidot~





 Rumah Tua 

“Mimpi itu lagi...” Sekuat apapun dirinya mendorong pikirannya, kenyataan pahit terpampang jelas di hadapannya.

Gadis itu tidak pernah lelah untuk berpikir semua itu tidak nyata. Tidak sekalipun ia berputus asa, untuk mengira bahwa senandung pengantar tidurnya itu terdengar merdu. Tanpa cacat, dengan harmonisasi nada yang sempurna.

Ia tidak ingin mengakui beberapa tahun terakhir ini hidupnya berubah.
Ia tidak ingin mengakui bahwa semua mimpi buruknya itu adalah kenyataan yang pahit.

*flashback*

Enam tahun yang lalu...

BRAAKK! 
Terdengar suara gaduh di ruang tengah setelah beberapa lama terjadi perdebatan di sana. 

Ayah dan ibunya bertengkar lagi. Dan ia hanya bisa meringkuk di kamar, menenangkan dirinya sambil menggumamkan lagu yang biasa ibu nyanyikan untuknya.

“Aku sudah muak denganmu!” teriak sang ayah. Terdengar bunyi debum yang sangat kuat, disusul suara batuk dan napas yang berat.
  
Tercekat. Nyanyiannya terhenti sesat, kerongkongannya terasa kering dan perih. Air matanya tiba-tiba sudah jatuh dan merembes ke kasurnya. Dengan susah payah ia memejamkan matanya, sambil terus berusaha untuk bersenandung.

Pintu terbuka. Tanpa banyak berkata, ibu memeluk tubuh kecilnya dari belakang dan membantunya menyenandungkan lagu pengantar tidur. 

Selang beberapa detik setelah itu, matanya menjadi berat. Namun sebelum matanya benar-benar terpejam, ibu mengatakan sesuatu seperti, “Kita akan bebas dari semua ini...”

*end of flashback*



And storm in my heart…” ia mengakhiri senandungnya.
Ia selalu menahan dirinya untuk tidak membuka pintu itu dan tidak akan pernah kembali lagi ke ruangan itu. Ya, selama enam tahun terakhir ini entah bagaimana caranya ia berhasil membukanya. Ia sudah melakukanya beberapa kali.

Begitu dia sadar dia akan mendapati dirinya telah ada di ruang kamar itu. Meski pada akhirnya dia akan kembali menutup ruangan itu dengan sangat cekatan.

Saat kakinya melangkah ke dalam, senyum itu hilang. Sekarang berganti dengan kemarahan dan kebencian mendalam yang terukir di wajahnya. Garis halus di bawah matanya semakin nyata ketika amarah itu kian membuncah. Di sela-selanya terselip perasaan sedih, hingga tak jarang butiran air mata membasahi wajahnya yang kusam.

Ia mendekati dinding berbata orange tua dengan lapisan semen yang tidak merata. Disentuh lembut dan ditempelkan pipinya ke dinding itu. Mulutnya berbisik pelan seraya tangannya mengusap dengan hati-hati dinding itu. Begitu pelan dan begitu lirih, namun sangat jelas karena ruangan itu sangatlah lapang. 
Seperti sedang berbicara dengan orang di balik tembok itu. Ia membisikkan kalimat-kalimat klise seperti, “Apa kabarmu di sana?”

--

Pagi datang. Sinar mentari tidak malu-malu untuk masuk lewat celah jendela tua dan menerpa wajah kusam wanita paruh baya itu. Tak ayal juga membuat kedutan nyeri di pipi yang tergores pecahan kaca semalam. 

Ia terkesiap sejenak setelah melihat ada di mana ia sekarang. Buru-buru bangkit dan membenahi tubuhnya. 

Sekali lagi, ia meninggalkan ruang itu dengan perasaan yang rumit. Meninggalkan ruangan yang berisi benda-benda mengerikan. Tidak lupa beberapa foto orang di masa lalunya yang tertempel di dinding tua yang kotor itu. Tapi hanya satu foto yang sudah ia bubuhkan tanda silang.

*-*-*-*

Gadis itu menyeka dahinya yang berkeringat. Ia telah selesai merapihkan jendela   kamarnya yang hampir jatuh karena terpaan angin kencang semalam.

Ia tinggal di rumah peninggalan kakek dan nenek yang sudah meninggal 10 tahun silam. Rumahnya itu memang seringkali mengalami kerusakan di sana sini. Namun kondisinya tidak lebih parah dari rumah tua yang berada tidak jauh di depan rumahnya. Rumah yang sudah tak berpenghuni sejak gadis itu pindah ke rumah kakek-neneknya enam tahun silam. 

Sayangnya, selain kedua rumah itu tidak ada lagi rumah penduduk di sekitarnya. Hanya ada pepohonan rindang di sekitar. Oleh karena itu diperlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tepi jalan.

Gadis itu pergi ke pekarangan rumah untuk mencari seseorang. Ia melihat seorang wanita kurus dengan rambut yang berantakan sedang memukulkan batu besar berulang kali ke lantai teras di depan rumah tua ketika sampai ke pekarangan rumahnya.

Wanita itu terlihat kesusahan, namun akhirnya senyum bangga terukir di wajahnya. Seperti berhasil melakukan sesuatu yang besar.

Gadis itu mendekatinya seraya berkata, “Apa yang ibu lakukan?”

“Ana?” wanita itu terkejut ketika mendapati anaknya sudah tak jauh di depannya. Gadis—yang dipanggil Ana—itu melihat ke arah barang kecil yang tergeletak di lantai. Ana khawatir ketika melihat wajah ibunya terluka, namun sang ibu menanggapinya dengan santai.

“Kunci?” Ana menatap ibunya dengan bingung setelah melihat benda kecil yang dihancurkan ibunya. “Kunci apa itu?” lanjutnya.

“Hanya kunci yang tidak terpakai, Nak” ibu berjalan melewati Ana menuju ke arah rumah mereka. “Kamu tidak siap-siap? Nanti terlambat sekolah lho.”

Ana segera mengikuti ibunya, berjalan ke arah rumah.

“Oh iya, Ana tadi habis memperbaiki jendela, tapi sepertinya tidak akan bertahan dalam waktu yang lama." Ana melirik kaca jendela rumah tua itu pecah. "... sepertinya tadi malam ada badai ya?" tanyanya.

“Ya, sedikit. Soal jendela, nanti akan ibu panggilkan seseorang untuk merapihkannya. Terima kasih ya.” Ana tersenyum manis ke arah ibunya setelah menerima usapan sayang di kepalanya, ia masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk ke sekolah.

Sang ibu memutar tubuhnya dan melihat rumah tua kosong yang tepat ada di depan sebelah kanan rumahnya. Lalu tersenyum. Ya senyum yang sama persis dengan senyumnya saat di rumah kosong itu tadi malam.



TO BE CONTINUED 

------


Ikuti terus serial ini ya~


Episode 2 : Rumah Tua – Zu (Rizka Agustina)



Silahkan kunjungi blog Cicilia Putri untuk kelanjutan ceritanya.
 


6 comments:

  1. zu, gw msh kurang ngerti yg ini..*komen doang kaga ikutan*
    ntar gw bca ulang dah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baca punya kakci lalu ke sini lagi. Baru ngerti dah. Aye sih gitu :3

      Delete
    2. Sedih ye... banyak yg nggak ngerti, besok aye lebih ati2 lagi....

      Delete
    3. aye bingungnya kata-kata "ia" nya pas di emaknye ama pas si ana. aye jadi bingung waktu itu kirain itu satu orang. Bhahahahak. Untung aje kakci bahasanya bikin otak ane yang rada lemot ini jadi ngeh cerita dr kakjuju dan kakdhir. bhahahahak

      Delete
  2. Jadi yang baru ditampilkan ada dua tokoh ya mbak.. ibu sama Ana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru dua Tall, dua aja ya gitu deh... remfong xD

      Delete