Demi apapun juga, gue nggak pernah bayangin bisa bikin cerita kaya gini. Kalau ada yang bilang kurang nyeremin, bodoamat. Tapi bagi gue, ini nyeremin abis, titik. Gue bakal mikir lagi kalau bikin cerita genre kaya gini lagi. #padahaldiaikutvotebuatgenreini xDD
Chapter 1 - Sang Penari: Tarian (Dini)
Chapter 2 - Teror Tengah Malam (Doddy)
Chapter 3 - Konsekuensi (Nana)
Chapter 4 - Yang Terpilih (Happy)
Chapter 5, cekidot, Gaes...!
DENDAM AGNI
“Simpanlah batu ini bersamamu saat akan tampil, rapalkan
beberapa bait pertama dari Lingsir Wengi ketika akan memulai tarian...” Agni
terlihat bingung. Matanya terlihat sembab ketika orang itu datang lagi ke
hadapannya. Dia selalu datang di saat Agni sedang down. Seperti saat itu. Setelah kejadian seorang dekan bejat
memperlakukan Agni dengan tidak pantas. Ya, dekan itu adalah Pak Rama.
Seperti biasa orang misterius itu menyuruhnya untuk
melakukan hal aneh. Sesuatu yang tak pernah terlintas di pikiran Agni, sesuatu
yang tak pernah dimengerti oleh Agni. Namun hanya ada satu hal yang Agni ingat
dan selalu berputar-putar di dalam kepala Agni bahwa...
“Kalau kau mau berkerja sama denganku, itu akan
mempermudahku untuk memberi pelajaran si brengsek itu. Dia akan mendapatkan
ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya... pada orang-orang yang
telah dibuatnya menderita. Seperti kita, misalnya...”
Mata hitam milik Agni bertatapan langsung dengan miliknya.
Mata sayunya membuat Agni berasumi bahwa dia tidak seperti orang yang hidup.
Mata yang seakan lelah dengan hiruk-pikuk hidup ini. Agni merasakan sesuatu
yang menariknya ke dalam pusaran matanya. Seakan mengajaknya ke dalam kepedihan
dan dendam yang sudah lama menjeratnya.
“Aku tahu, kaulah orang yang tepat untuk bisa membantuku...”
sekali lagi, dorongan itu mendesak Agni untuk bisa merasakan dendam yang begitu
dalam, menghipnotisnya, membuat kepalanya memutar kejadian tak senonoh yang
dilakukan oleh Pak Rama, dan berakhir dengan mendidihnya darah di kepala juga
sekujur tubuh Agni. Lalu semua keraguan di dalam dirinya tenggelam tak bersisa,
sirna begitu saja.
Agni menatapnya dengan pandangan yang sama. Lalu tersenyum
ganjil sebagai jawaban dari permintaan orang yang belum pernah dia kenal
sebelumnya. Namun, saat itu ada sebuah ikatan aneh yang membuat Agni
mempercayainya. Ya, ikatan yang terbentuk oleh sebuah perasaan keji, perasaan
itu adalah dendam.
Saat itulah misi balas dendam terselubung Agni dimulai.
--
Saat matanya mengerjap sekali, dia melihat gelap. Tak
mengerti pandangannya jelas atau tidak, hanya gelap yang ada. Bagian kepalanya terasa
sangat berat, seperti telah menghantam sesuatu. Dia mencoba duduk dan
membiasakan pandangannya dalam gelap.
“...di mana...”
menyadari tenggorokannya kering dan suaranya tidak keluar, dia memegang lehernya
buru-buru. Suaranya hilang, dia hanya membuka mulut tapi tak bisa bersuara.
Terakhir kali yang dia ingat adalah ketika dia memoles
lipstik berwarna merah darah di ruang make
up, dia mematut dirinya di depan cermin dengan batu pusaka merah delima di
tangannya. Lalu semuanya menjadi gelap, kesadarannya hilang.
Tidak. Agni
menggeleng. Dia sempat tersadar kembali. Hanya sebentar. Ketika suara gamelan
mulai berbunyi mengawali tarian. Saat itu Agni mulai menyanyikan lagu Lingsir
Wengi yang sebenarnya tidak pernah dia hapal sebait pun. Namun dengan suara
lirih dan hampir tak terdengar, Agni bernyanyi dengan lancar tanpa ada lirik
yang tertinggal. Dia hampir menghabiskan semua bait dalam nyanyian itu. Namun
berhenti di lirik “... dadoyo sebarang.*”
Satu lirik “... wojo
lelayu sebet (namun jangan membawa maut),” tak terucap dari mulut Agni. Dia berhenti saat menyadari
sesuatu yang mulai muncul dari barisan penonton, tersenyum puas dan kemudian
kembali tak ingat apa-apa lagi.
Agni ingat kejadian itu. Bahkan dia ingat batu pusaka merah
delima itu ada di balik kain yang diikatkan ke pinggangnya. Namun, dia juga
yakin semua yang dilakukannya saat pentas itu bukanlah kehendak dari dirinya. Dia
yakin tidak menguasai penuh dirinya saat melakukan itu semua.
Di ruangan gelap dan pengap itu, penglihatan Agni masih
gelap. Tidak ada tanda-tanda pandangannya mulai terbiasa dengan gelap.
Jantungnya hampir berhenti berdetak, ketika mendengar
sesuatu. Lagu Lingsir Wengi mengalun. Lagu dalam bahasa Jawa yang seharusnya
tidak ia mengerti, namun entah kenapa tiba-tiba saja dia paham setiap bait dari
lirik Lingsir Wengi. Rasa takut tiba-tiba menyergap. Dia memeluk kedua kakinya,
meringkuk penuh dengan ketakutan dan penyesalan.
Agni telah membuka tabir yang seharusnya tidak pernah bisa
dia jangkau. Dan yang lebih parah lagi, Agni telah menghancurkan peraturan yang
semestinya dilakukan oleh pemanggil-pemanggil roh sebelumnya. Bahwa seharusnya “...wojo lelayu sebet,” roh-roh itu tidak membawa
maut.
Bersambung...
--
NB:
*= ...
dadoyo sebarang = jadilah apapun juga
(ditujukan pada roh-roh yang dipanggil.) Plis jangan suruh gue nulis full lirik lagu itu. Cari aja sendiri sana :v
Ya
Allah... Gusti... semoga dengan menulis ini nggak membawa pengaruh apa-apa
terhadap kehidupan hamba, maafkan lah hamba ya Allah, lindungi hamba dari
makhluk-mu yang satu itu...
Cek di sini
No comments:
Post a Comment