Saturday, May 6, 2017

[Share Opini] : Hasrat Menulis



Assalamualaikum~ Uwah... *kibasin sarang laba-laba di blog*
Sudah terlalu lama di tinggal, sudah terlalu sibuk dan ninggalin blog ini, sudah terlalu lama dicuekin, rasanya.... *nyanyi*

Ya, gue kembali dengan tulisan baru (setelah sekian lama), langsung aja cek di bawah!


Belakangan ini gue disibukkan dengan kegiatan gue yang lebih prioritas. Gue pernah bilang sama Nana, yang sama-sama suka dan berprofesi menjadi seorang penulis, “Gue nggak akan pernah melupakan impian dan target gue untuk menjadi seorang penulis, bahkan mewujudkannya menjadi sebuah film,” kata itu terlontar saat gue meninggalkan ‘tantangan menulis’ yang diberikan karena beberapa alasan. 

Gue bener-bener nggak sempet megang buku lagi buat dibaca. Gue kehilangan kemampuan gue untuk bertahan membaca buku, karena terlalu lama lihat tulisan tiba-tiba kantuk menyerang, lalu tidur tanpa perlawanan (belum lagi kalau emang buku yang dibaca nggak oke).

Akhirnya gue memutuskan untuk menonton drama Korea di sela istirahat gue. Kenapa nonton? karena dengan menonton ‘kemampuan menganalisis cerita’ gue masih akan terasah, bahkan kemampuan gue dalam membuat scene cerita pun memungkinkan untuk terus ‘menyala’ di otak gue, ditambah lagi kalian harus mengakui drama Korea ide itu ceritanya sekarang nggak main-main, biar kehilangan ‘detail logika cerita’, ide inti dan alur ceritanya bisa bikin kalian lupa waktu.

Entah sejak kapan, gue ngerasa dalam satu episode cerita itu waktu begitu cepat berjalan, padahal satu episode itu rata-rata satu jam lho! Satu jam! Bagi yang pernah tergila-gila dorama Jepang, terus beralih ke drama Korea, coba balik lagi. Satu episode drama Jepang itu kisaran 45-60 menit. Tapi kebanyakan setiap episode paling 45 menit, dan apa yang terjadi ketika kalian mencoba menontonnya lagi? Lama... waktu berjalan dengan sangat lama! Membosankan dan bahkan kalian bisa ketiduran di tengah jalan ketika menontonnya. Dan plis, semua dorama Jepang yang gue tonton sekarang terlihat lebih.... mengada-ngada(alur ceritanya)? Terlalu memaksakan, nggak natural.

Waw gue sempet kaget pas mencoba nonton sekali lagi dorama Jepang. Karena itu, kadang gue ngerasa mungkin sebaiknya gue nonton film Jepang aja, yang sekali abis biar nggak terlalu bosen. Dan ya ampun... beberapa live action yang diambil dari anime-anime ternama saat gue coba menikmatinya semua terasa... datar. Ini yang salah pengambilan scene-nya atau emang akting aktor kurang bagus? Atau... Jepang terlalu ketinggalan zaman dengan memakai karakter yang terlalu monoton? Kalian tau lah, karakter yang selalu diulang-ulang di komik-komik. Ya... gitu deh...

Gue juga pernah bilang mungkin ke beberapa orang, mengenai daya tarik cerita versi gue. Menurut gue, cerita itu akan sukses kalau; pertama, karakternya unik dan bisa menghidupkan cerita, atau kedua, ceritanya yang unik, antimainstream dari cerita yang lain. Kalau kalian meng-combine-nya dengan baik, itu akan menjadi satu kesatuan karya yang menyenangkan dan akan terus terkenang cukup lama di ingatan para penikmatnya. Dan drama Korea membuktikannya. Kalian pasti bisa menyebutkan drama Korea yang diperbincangkan dari anak-anak sampai ibu-ibu. Ya, salah satunya Goblin. Drama Korea ngehit tahun 2017 ini.

Lantas kenapa gue tiba-tiba membicarakan hal ini? Apa inti dari tulisan gue kali ini?

Sebenernya gue hanya ingin perasaan ‘ingin menulis’ gue saat ini tersalurkan. Beberapa kali gue nonton drama atau film Korea bagus, paling nggak gue pengen banget menulis reviewnya, tapi bahkan sampai kemarin, itu hanya jadi niat gue aja. Sehabis gue selesai menonton drama atau film, gue segera mencari tontonan lain dan mengobati perasaan kehilangan gue karena satu tontonan bagus telah berakhir. Tapi setelah itu, review nggak terlaksana. Semua hanya niat belaka.

Lantas sekarang, perasaan ini perlahan kembali mulai terangkat. Gue ketemu drama Korea yang gue sendiri merasa diri gue terefleksikan pada tokoh peran utama. Bukan, bukan di dalam inti ceritanya, hanya sebagian scene yang ketika gue tonton gue ngerasa, “wah...” berkomentar gitu dan tiba-tiba nyesek karena bisa merasakan gue ada di posisi yang sama.

Gue akan coba tulis reviewnya di postingan selanjutnya, pilem ini masih ongoing, sehingga gue juga belum bisa memastikan kalau ini adalah drama yang rekomen buat ditonton atau nggak. takutnya kaya drama fantasi yang gue nonton waktu itu, alurnya kadang nggak ketebak dan bikin gila saat menontonnya karena membayangkan kejadian selanjutnya atau dikejutkan hal lain. Namun, sayang di akhir cerita, karena filmnya terlalu berat dan (kemungkinan) produsernya mengalami dilema antara keinginan penulis dan keinginan penonton yang berbenturan, akhir ceritanya kurang memuaskan menurut gue. Dan memaksakan logika aneh dan memilih untuk berat kepilihan penonton.

Nggak tau drama ini apakah akan seperti itu, atau nggak? Atau drama ini bisa memuaskan gue?

Simak aja lanjutannya di Review Chicago Typewriter.

No comments:

Post a Comment