Thursday, November 19, 2015

[Rangkaian Sharing] Tokyo, I'm Falling in Love... (2)

Ini adalah sambungan cerita pengalamanan gue di Jepang dari postingan sebelumnya. Yang belom baca cerita sebelumnya bisa dicek di sini. Cerita berikutnya masih di Tokyo dan masih tentang Tokyo...

Cekidot ajah!



Tokyo, I'm Falling in Love... (2)


Hari ini adalah hari pertama kita keluar dari persembunyian dan memulai perjalanan yang penuh teka-teki. Entah sanking tegang atau sanking antusiasnya, gue menyiapkan beberapa peta Tokyo yang gue kumpulkan setiap ketemu di jalan.

Teka-teki pertama adalah, bagaimana caranya membeli tiket one-day subway (tiket untuk digunakan seharian) di mesin penjual tiket otomatis. FYI, tiket ini hanya bisa digunakan di subway, dan nggak bisa digunakan JR. Apa bedanya subway dan JR? Beberapa stasiun ada yang nggak dilewatin sama JR. Karena umumnya, JR itu lebih cepat dan lintasan keretanya ada di atas. Sedang subway lebih banyak stasiun perhentian dan lintasannya di bawah tanah.

Kembali ke tiket. Cara beli tiket kereta di Jepang berbeda dengan yang ada di Indonesia. #yaiyalah. Kalau di mesin otomatis, bukan menampilkan tempat tujuan melainkan harga tiket yang harus dibeli. Seperti gambar di bawah. 


Di atas mesin penjual tiket itu ada peta jalur-jalur dan stasiun yang dilewati beserta harga tiketnya. Jadi kalau mau beli tiket ketengan mesti perhatiin baik-baik stasiun kita berada dan stasiun tujuan. Kalau mau beli tiket one-day subway bisa di mesin itu juga. Dan jangan khawatir di mesin itu udah difasilitasi dengan menu bahasa Inggris, jadi buat orang yang buta kanji juga bisa beli sendiri. Nah, kalo mau beli one-day ticket pilih menu multitrip ticket. Harga untuk one-day ticket sebesar 1000 yen. Tiket itu bisa dipakai sampai seharian penuh, dan buat pelancong disarankan banget untuk make tiket ini.

Dengan hati yang deg-degan kita akhirnya berhasil untuk membeli tiket itu. Lanjut jalan dan memperhatikan arah yang mau kita tuju. Jalan di Subway itu, bener-bener harus lihat petunjuk arahnya. Jangan sampai salah arah sebaliknya.  Dan juga jangan sampai kelewat, bisa-bisa kaya kami yang tanpa sadar melewati satu stasiun dengan berjalan kaki!

Waktu itu kalau nggak salah dengan bermodalkan google maps (yang kita screencaps), kita mulai perjalanan dari stasiun Shin-Otsuka ke arah Asakusa. Petunjuknya, dari sana kami harus naik jalur Marunouchi ke arah stasiun Tokyo. Maklum ya, namanya baru pertama kali naik kereta lewat jalur subway, meneketehe kalau udah nyampe pintu masuk stasiun harus masuk dan jalan ke dalam untuk naik keretanya. 


Soalnya ada tanda Marunouchi line di jalan lurus yang kita lalui. Tanda itu akan selalu ada sampai terakhir pemberhentian line, kalau kalian nggak masalah buat jalan sampai tempat tujuan tanpa kereta, sok atuh diikutin terus itu jalan. Wakakak 

Nyatanya, gue dan temen-temen terus jalan tanpa belok masuk ke arah dalam stasiun. Hahaha, baka maksimal! Lalu tak terasa 30 menit lebih berlalu. Yang biasanya ditempuh dengan kereta hanya dua menit, saat itu gue tumpuh selama 30 menit dengan berjalan kaki. Lumayan deh tuh kaki nyutnyut. Soalnya baru pertama kali lagi gue jalan jauh kaya gini. Akhirnya kita sadar kita udah melewati satu stasiun saat liat papan nama stasiun yang berbeda! Huft, pantes capek!

Akhirnya kita pun sampai di stasiun Tokyo.
Berhubung Rika menyarankan untuk turun di stasiun itu dan poto-poto di sana, kamipun mengikuti sarannya. Ternyata bener! Stasiun Tokyo JR, bangunannya keren. Kaya bangunan Eropa gitu. Kalo kalian poto di situ pasti banyak yang mengira kalau itu bukan Jepang. 



Banyak orang asing berfoto di sana, tapi ya cuma buat foto doang, abis itu menurut gue tempat sekitarnya nggak menarik. Kaya Sudirman gitu lho, banyak pekerja kantoran di sana. Liat orang kantor yang pakaian sama semua (jas hitam) gue jadi males. Jadi pengen cepet-cepet pergi. Lalu suara adzan dzuhur di HP gue udah mulai bergema, saat itu beberapa orang udah mulai memerhatikan gue. So, cepet-cepet gue bilang sama Teh Yelni dan Phidut buat caw ke tempat berikutnya.

Dari stasiun Tokyo yang subway, kita mencari-cari line baru, yaitu Ginza line. Bukan Marunouchi line lagi. Dari situ baru kita naik ke arah Tawaramachi  stasiun lalu... tring! Sampai Asakusa! 

Di dalam subway, kita liat-liat peta yang dipajang di jalan. Dan ketemu kakek-kakek penunjuk jalan. Awalnya gue perhatiin tuh kakek-kakek pake baju semi formal gitu, gue kira dia orang kantoran yang cuma kebetulan lewat dan ngasih tahu orang yang kebingungan. Lama dia ngejelasin sama beberapa orang, pas dia udah nggak keliatan ngobrol sama siapa-siapa kita datengin tempat petanya. Terus tiba-tiba dia nongol lagi dari belakang kita nanyain kita mau kemana.

Awalnya bengong sih, soalnya dia juga panjang lebar ngejelasin tempat lainnya yang nggak kita tanyain. Mungkin dia merekomendasikan tempat-tempat yang banyak orang asing.
Lama-lama dia juga curhat... -_-

“Di sini tuh banyak banget orang asing, terutama orang China.” Nunjuk daerah Kaminari-mon.
“Oh...” kita cuma ber-oh-ria buat menanggapinya.
“Iya, beneran! Orang Jepang tuh ngga ada.”
“Masa sih?” secara logika sih, nggak mungkin bener-bener nggak ada. Tapi si Kakek ngomongnya gitu, kita percaya-percaya aja lagi. Wakakaka 

Lalu pembicaraan itu meluas kearah “Kenapa kita bisa bahasa Jepang?” terus “Dari mana asal kalian?” sampai direkomendasikan untuk makan di restoran Kaiten Sushi yang harganya mulai dari 100yenan dan seterusnya-dan seterusnya. Karena dirasa si Kakek udah jadi keenakan ngobrol, kita memutuskan menyudahinya dan pergi ke arah luar.  

“Selamat jalan, hati-hati ya...” kata si Kakek yang mengantarkan kepergian kami saat itu. Setelah udah cukup jauh, gue tergelitik untuk noleh lagi ke belakang. 
Dan... si kakek mulai nyari mangsa lagi buat dibantu plus dicurhatin(?) wakaka. Apapun maksud kakek itu, kita tetap berterimakasih. Kebanyakan ngobrol, gue lupa kita mau ke arah mana. Dan sejujurnya gue nggak tau, apa dan seperti apa Kaminari-mon itu. Dan haruskah kita ke sana?

Pikir gue, gue cuma mau ke Skytree doang, dan ke mesjid Al arqam. Oh, kalo sempet kita mau makan ramen halal yang ada di sana. Sesimple itu rencana kita mau ke Asakusa hari itu.

Keluar stasiun, Skytree udah di depan mata. Maksud gue, udah keliatan meskipun masih jauh xD. Nah, dari situ gue bingung mau kemana lagi, gue akhirnya mengacuhkan saran si kakek yang menyuruh kita buat ke Kaminari-mon (gerbang Kaminari). Abis gue pikir kayanya nggak penting. So, gue malah mengikuti arah di mana Skytree berada. 

Berhubung perut keroncongan tiada tara, tadinya kita mau mencari Lawson atau Sevel buat beli onigiri, tapi sebelum kita mau melewati jembatan sungai Sumida kita melewati Kedai Kebab Halal. Di sana gue liat ada ibu-ibu berjilbab yang makan juga. Melihat ibu itu gue makin yakin makanan di sana layak dikonsumsi. Yah, walaupun sebenernya lo bisa liat tulisan halal di situ.

Jajaaang! Kebab sandwich ayam dengan ukuran big!

Harga 600 yen. 5 kali libat dari onigiri. Setelah membeli ini, uang yang gue persiapkan buat jajan ramen berkurang. Niat buat beli ramen pun sirna dalam sekejap.

Tapi kebabnya... mantap, sumpah! Gue ngga tau apa karena faktor laper apa emang kebab ini enak banget, di kepala gue tuh gue kepikiran mau beli satu lagi kalo yang satu itu udah abis. Tapi kenyataan, satu aja lebih dari cukup. 

Oh ya, tak lupa si ibu yang ada di sana ngajak kita ngobrol juga. Ternyata doi dari Indonesia juga dan lagi-lagi kita kembali mendengarkan curhatan orang lain. Ibu itu udah lebih lama ada di Jepang dibanding kita. Dibandingin si ibu yang naik Shinkansen buat nyebrang ke kota-kota lain, kami mah kalah telak lah. Ya kami di Jepang kan hanya menggelandang dengan ongkos yang seadanya. 

Capek mendengarkan curhatan dan melihat poto-poto si ibu, juga waktu solat ashar semakin mendekat, akhirnya kita putuskan untuk segera ke Mesjid Al-arqam. Kali aja si ibu tau tempatnya, jadi kita nanya beliau dulu sebelum pergi. 

“Ibu udah ke mesjid belom?”
“Nggak sempet kita...” jawabnya seperti orang yang nggak mau ditanya lagi. Gue nggak ngerti jawabannya. Maksudnya dia nggak sempet ke mesjid atau nggak sempet solat. Untuk menghemat waktu gue udah membidik pos polisi yang gak jauh dari sana dan bermaksud untuk bertanya. Akhirnya kita pamit dan pisah dengan ibu itu, dia juga minta nomor gue entah buat apa. Kayanya buat pamer poto-potonya lagi deh.

Sampai di pos polisi, di sana ada beberapa polisi, dan beruntungnya polisi yang menghampiri kita yang masih muda.
“Permisi, kita mau ke kuil Imado lewat mana ya?” Karena menurut peta, Masjid Al arqam itu dekat dengan kuil imado maka gue tanya kuil itu dulu. Biasanya orang asing yang ditanyain letak mesjid nggak bakal ngerti, makanya gue nanya tempat-tempat yang di sekitarnya. Pikir gue begitu.

Pak polisi muda itu bertampang oke, yang minus darinya cuma alis yang dikerok. Plus cara ngomong dia kaya badboy di dorama Jepang gitu. Sengak-sengak gimana gitu. Jadi jangan salahkan gue ketika gue ngobrol sama dia gue langsung merasa sedang beradu akting dan tiba-tiba gugup.

Pak polisi cuma nyuruh kita jalan lurus terus terus nanti ambil jalan kanan kalau ketemu jalan bercabang.
Dalam pikiran gue, gue merencanakan suatu misi. Berpura-pura tersesat dan kembali ke pos itu, terus minta dianterin deh sama doi.  Hahaha Briliant! 
Tapi gue tertampar sama alarm diri gue untuk segera menunaikan solat. Haseeek. Lalu gue segera jalan cepat dan buru-buru untuk sampai di mesjid.

Kalo kita berjodoh, mungkin kita nanti ketemu lagi kok, Pak Polisi...

Gue ngerasa udah berjalan lurus jauh, tapi tetep aja belom keliatan jalan bercabang, begitu ketemu gue jadi merasa ragu. Apa jalan yang dimaksud itu yang itu ya?
 
Nggak jauh dari situ ada pak polisi lagi, kali ini pak polisinya sepantaran Om gue.
“Permisi... Mau tanya, kita mau ke mesjid Asakusa sih, tapi...” Nggak gue sangka, pak polisinya motong pertanyaan gue dan bilang kalau dia tau.

“Oh, Mesjid? Ambil jalan sebelah kiri, terus lurus aja. Posisi mesjidnya ada di sisi jalan sebelah kiri, mesjidnya kecil jadi agak susah keliatan, jangan sampai kelewat ya...”

“Oh, begitu ya. Tapi kalo mau ke kuil Imado ke kanan kan? Bukannya itu dekat dengan mesjid?”

“Iya, Imado sebelah kanan, kalau mesjidnya yang di sebelah kiri...” Oke, pelajaran pertama. Kalo nggak bisa menafsirkan peta dengan akurat mending nanya aja di jalan. Pak Polisinya baik dan tau letak mesjid, gue merasa telah menemukan maksud yang sesungguhnya kenapa polisi harus ada di jalan. Fungsi polisi harus ada di jalan itu gue temuakan saat gue berada di Jepang. Coba semua polisi di dunia (nggak terkecuali di Indonesia) begitu semua, betapa indahnya dunia....

Udah cukup jauh kita berjalan tapi nggak kunjung keliatan tuh mesjid, gue panik waktu solat tinggal 30 menit lagi. Di deket toilet umum ada petugas, entah petugas apa. Setelah kami bertanya lagi mereka bilang masjidnya masih lurus lagi. Buseng jauh juga ya...

Setelah jalan beberapa lama lagi, akhirnya tanda mesjidnya keliatan. Posisinya bersebrangan dengan gedung yang bertuliskan “Challenge”. 

Sampai sana, kami langsung segera masuk ke lantai dua yang diperuntukan wanita dan kami langsung menunaikan solat. Setelah selesai solat kami bersantai sebentar buat nunggu waktu ashar, sekitar jam 15.00. Hari itu kami sadar, kami udah berjalan jauh banget, pantes kaki rasanya lebih dari nyut-nyut. Bahkan Phidut yang berjalan dengan menggunakan sepatu boot, kakinya sampai lecet-lecet.

Singkat cerita, sehabis solat ashar kami mulai bimbang, kami harus kembali lagi ke arah sungai Sumida untuk pergi Skytree padahal badan udah capek maksimal.Tapi karena awalnya kami memang niat banget ke sana, capek nggak capek kita akhirnya meluncur ke sana. 

Bermaksud memotong jalan, lalu kami menemukan pinggiran jalan setapak di sungai Sumida yang keren. Kece buat tempat pacaran (sama yang halal laah xD) atau tempat santai-santai. Tempatnya persis kaya di dorama-dorama kalau tokoh utamanya lagi pengen merenung. (jangan-jangan emang sering dipake buat shooting film lagi wakakaka)

Foto bareng buku pertama gue. Buku itu baru langkah kecil gue buat sampai ke puncak Skytree :D

Sampai di jembatan sungai itu keliatan jelas sekali, gedung yang ada patung (kaya) poop (maaf) raksasa. Patung di gedung perusahaan milik asahi. Perusahaan bir terbesar di Jepang. Buat lucu-lucuan aja dan mengibur diri dari rasa lelah. Dari situ kita masih harus jalan jauh lagi untuk ke Skytree. 
Oh, mama... kaki udah gempor sekaleeh!

Akhirnya, nyampe depan Skytree. Di luar dugaan, gue mulai nggak semangat. Setelah menemukan mall (yang gue lupa namanya) kami pun masuk, karena kalau mau naik Skytree aksesnya emang dari situ. Naik sampai lantai 4, ada pembelian tiket untuk naik lebih ke atas lagi. Kalau nggak mau bayar, kita cuma bisa liat-liat dari situ aja. Begitu doang sih, nggak ada seru-serunya. Tapi daripada harus keilangan duit 2800yen sekali naik, gue lebih milih buat mati gaya poto-poto dari lantai 4 mall itu. Oiya, fyi (katab salah satu artikel) 2800 yen itu belom sampai ujungnya Skytree. Kalau mau sampe ujungnya mesti nambah biaya lagi. Alamak mahal amat hidup di Jepang ini.


Dari mall itu terhubung subway Oshiage stasiun, kita ke arah Ueno stasiun. Niatnya ke sana mau ke mesjid Ueno dan solat magrib. Karena nggak mungkin untuk balik lagi ke mesjid Al-arqam melihat kondisi badan kita yang udah hampir tepar ini. Tapi diantara kami bener-bener clueless tempat mesjidnya. Kita bahkan lupa nge-capture alamatnya. Jam ½ 7 di Jepang, udah masuk isya dan bener aja, kami nggak bisa kedapetan solat magrib.Bahkan nggak ketemu sama Mesjid Ueno. Kami nyasar dan kaya anak ilang, bingung mesti ngapain. Nanya sama orang, tapi mereka nggak tau Mesjidnya. Nyari pos polisi pun nggak nemu. Bagi gue, di hari itu saat kita di Ueno-lah yang paling mengesalkan dan menyedihkan.


Akhirnya setelah pulang ke rumah Rika dan membahas mesjid Ueno itu, Rika bilang kita harusnya turun di Stasiun Okachimachi (satu stasiun setela Ueno), dari situ mesjid Ueno cuma 10 menit. Habis selesai menjamak solat dan merapihkan diri setelah berkutat seharian di jalan gue bertekad sematang mungkin untuk menyiapkan alamat-alamat tempat yang kita tuju besok.


Baru setelah gue merem sebentar sambil megang pulpen dan buku catetan, gue inget sesuatu!
Besok hari sabtu, Rika libur kerja, dan dia sebelumnya menawarkan jadi guide nemenin kita maen. Dengan kata lain, untuk persiapan besok nggak usah mateng –mateng amat, nggak papa kali ya... wakakaka
Akhirnya hari itu gue bisa lempengin kaki dengan tenang sampai besok pagi, hmm... mungkin sampe besok siang? Wakakaka Yess!

2 comments:

  1. Buset ju, ini lo bikin ceritanya per hari gitu? Wakakakaka niat abissssss~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Niatnya sih cuma pas hasil observ mesjid aja sih, eh tapi kalo gitu ya bener perhari dong ya wakakaka

      Itung-itung latian nulis panjang lagi. Pemanasan buat nulis nopel laah~

      Delete