Ini adalah Challenge menulis OWOP, temanya STORY BLOG TOUR. Di mana member lain yang sudah diberi urutan absen melanjutkan sesuai imajinasinya di blog pribadinya.
Saya Zu (nama panggilan, nama yang di blog Dhira adalah nama fullname saya) mendapatkan giliran untuk membuat episode kedua dalam serial story blog tour ini.
Episode 1 : Senandung Malam - Nadhira Arini
Dan inilah episode keduanya, cekidot~
Rumah Tua
“Mimpi
itu lagi...” Sekuat apapun dirinya mendorong pikirannya, kenyataan pahit
terpampang jelas di hadapannya.
Gadis
itu tidak pernah lelah untuk berpikir semua
itu tidak nyata. Tidak sekalipun ia berputus asa, untuk mengira bahwa
senandung pengantar tidurnya itu terdengar merdu. Tanpa cacat, dengan
harmonisasi nada yang sempurna.
Ia
tidak ingin mengakui beberapa tahun terakhir ini hidupnya berubah.
Ia
tidak ingin mengakui bahwa semua mimpi buruknya itu adalah kenyataan yang
pahit.
*flashback*
Enam tahun yang lalu...
BRAAKK!
Terdengar
suara gaduh di ruang tengah setelah beberapa lama terjadi perdebatan di sana.
Ayah
dan ibunya bertengkar lagi. Dan ia hanya bisa meringkuk di kamar, menenangkan
dirinya sambil menggumamkan lagu yang biasa ibu nyanyikan untuknya.
“Aku
sudah muak denganmu!” teriak sang ayah. Terdengar bunyi debum yang sangat kuat,
disusul suara batuk dan napas yang berat.
Tercekat.
Nyanyiannya terhenti sesat, kerongkongannya terasa kering dan perih. Air matanya
tiba-tiba sudah jatuh dan merembes ke kasurnya. Dengan susah payah ia
memejamkan matanya, sambil terus berusaha untuk bersenandung.
Pintu
terbuka. Tanpa banyak berkata, ibu memeluk tubuh kecilnya dari belakang dan
membantunya menyenandungkan lagu pengantar tidur.
Selang
beberapa detik setelah itu, matanya menjadi berat. Namun sebelum matanya
benar-benar terpejam, ibu mengatakan sesuatu seperti, “Kita akan bebas dari
semua ini...”
*end of flashback*
“And storm in my heart…” ia mengakhiri senandungnya.
Ia selalu menahan dirinya untuk tidak membuka pintu itu dan tidak akan pernah kembali lagi ke ruangan itu. Ya, selama enam tahun terakhir ini entah bagaimana caranya ia berhasil membukanya. Ia sudah melakukanya beberapa kali.
Begitu dia sadar dia akan mendapati dirinya telah ada di ruang kamar itu. Meski pada akhirnya dia akan kembali menutup ruangan itu dengan sangat cekatan.
Saat kakinya melangkah ke dalam, senyum
itu hilang. Sekarang berganti dengan kemarahan dan kebencian mendalam yang
terukir di wajahnya. Garis halus di bawah matanya semakin nyata ketika amarah
itu kian membuncah. Di sela-selanya terselip perasaan sedih, hingga tak jarang
butiran air mata membasahi wajahnya yang kusam.
Ia
mendekati dinding berbata orange tua dengan lapisan semen yang tidak merata.
Disentuh lembut dan ditempelkan pipinya ke dinding itu. Mulutnya berbisik pelan
seraya tangannya mengusap dengan hati-hati dinding itu. Begitu pelan dan begitu
lirih, namun sangat jelas karena ruangan itu sangatlah lapang.
Seperti sedang
berbicara dengan orang di balik tembok itu. Ia membisikkan kalimat-kalimat
klise seperti, “Apa kabarmu di sana?”
--
Pagi
datang. Sinar mentari tidak malu-malu untuk masuk lewat celah jendela tua dan
menerpa wajah kusam wanita paruh baya itu. Tak ayal juga membuat kedutan nyeri
di pipi yang tergores pecahan kaca semalam.
Ia
terkesiap sejenak setelah melihat ada di mana ia sekarang. Buru-buru bangkit
dan membenahi tubuhnya.
Sekali
lagi, ia meninggalkan ruang itu dengan perasaan yang rumit. Meninggalkan
ruangan yang berisi benda-benda mengerikan. Tidak lupa beberapa foto orang di
masa lalunya yang tertempel di dinding tua yang kotor itu. Tapi hanya satu foto
yang sudah ia bubuhkan tanda silang.
*-*-*-*
Gadis
itu menyeka dahinya yang berkeringat. Ia telah selesai merapihkan jendela kamarnya yang hampir jatuh karena terpaan angin kencang semalam.
Ia tinggal di rumah peninggalan kakek dan nenek yang sudah meninggal 10 tahun
silam. Rumahnya itu memang seringkali mengalami kerusakan di sana sini. Namun kondisinya tidak lebih parah dari rumah tua yang berada tidak jauh di depan rumahnya. Rumah yang sudah tak berpenghuni sejak gadis itu pindah ke rumah kakek-neneknya enam tahun silam.
Sayangnya, selain kedua rumah itu tidak ada lagi rumah penduduk di sekitarnya. Hanya ada pepohonan rindang di sekitar. Oleh karena itu diperlukan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tepi jalan.
Gadis
itu pergi ke pekarangan rumah untuk mencari seseorang. Ia melihat seorang wanita
kurus dengan rambut yang berantakan sedang memukulkan batu besar berulang kali
ke lantai teras di depan rumah tua ketika sampai ke pekarangan rumahnya.
Wanita
itu terlihat kesusahan, namun akhirnya senyum bangga terukir di wajahnya.
Seperti berhasil melakukan sesuatu yang besar.
Gadis
itu mendekatinya seraya berkata, “Apa yang ibu lakukan?”
“Ana?”
wanita itu terkejut ketika mendapati anaknya sudah tak jauh di depannya.
Gadis—yang dipanggil Ana—itu melihat ke arah barang kecil yang tergeletak di
lantai. Ana khawatir ketika melihat wajah ibunya terluka, namun sang ibu
menanggapinya dengan santai.
“Kunci?”
Ana menatap ibunya dengan bingung setelah melihat benda kecil yang dihancurkan ibunya. “Kunci apa itu?” lanjutnya.
“Hanya
kunci yang tidak terpakai, Nak” ibu berjalan melewati Ana menuju ke arah rumah
mereka. “Kamu tidak siap-siap? Nanti terlambat sekolah lho.”
Ana
segera mengikuti ibunya, berjalan ke arah rumah.
“Oh iya, Ana tadi habis memperbaiki jendela, tapi sepertinya tidak akan bertahan dalam waktu yang lama." Ana melirik kaca jendela rumah tua itu pecah. "... sepertinya tadi malam ada badai ya?" tanyanya.
“Ya,
sedikit. Soal jendela, nanti akan ibu panggilkan seseorang untuk merapihkannya. Terima kasih ya.” Ana
tersenyum manis ke arah ibunya setelah menerima usapan sayang di kepalanya, ia masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk ke
sekolah.
Sang
ibu memutar tubuhnya dan melihat rumah tua kosong yang tepat ada di depan
sebelah kanan rumahnya. Lalu tersenyum. Ya senyum yang sama persis dengan
senyumnya saat di rumah kosong itu tadi malam.
TO BE CONTINUED
------
Ikuti terus serial ini ya~
Episode 1 : Senandung Malam – Nadhira Arini
Episode 2 : Rumah Tua – Zu (Rizka
Agustina)
Episode 3 : Cici (Cicilia Putri) – Coming Soon
Silahkan kunjungi blog Cicilia Putri untuk kelanjutan
ceritanya.
zu, gw msh kurang ngerti yg ini..*komen doang kaga ikutan*
ReplyDeletentar gw bca ulang dah
Baca punya kakci lalu ke sini lagi. Baru ngerti dah. Aye sih gitu :3
DeleteSedih ye... banyak yg nggak ngerti, besok aye lebih ati2 lagi....
Deleteaye bingungnya kata-kata "ia" nya pas di emaknye ama pas si ana. aye jadi bingung waktu itu kirain itu satu orang. Bhahahahak. Untung aje kakci bahasanya bikin otak ane yang rada lemot ini jadi ngeh cerita dr kakjuju dan kakdhir. bhahahahak
DeleteJadi yang baru ditampilkan ada dua tokoh ya mbak.. ibu sama Ana
ReplyDeleteBaru dua Tall, dua aja ya gitu deh... remfong xD
Delete