Sunday, March 13, 2016

[Flashfiction] : Kecelakan



Ini adalah tulisan lama di blog gue yang dulu. Kalo nggak salah tulisan ini gue buat setelah baca Johan Series. Gue nggak nyangka cara kematian Eliza dalam Omen Series sama kaya gini, meski nggak plek-plekan sama sih. Gue merasa tersanjung Kak Lex dan gue memroyeksi imajinasi di otaknya bisa sama. #buuu #padahalkebetulan xDD

Berikut A/N pada saat gue menulis flashfic (yang salah satu karakternya diambil dari Johan Series) ini. 

--
Karena saya baru baca novel Obsesi dan Pengurus MOS Harus Mati jadilah flashfic saya penuh kontaminasi dari novel itu. Fufufufu
--

Tema : Kecelakaan

Kalimat pertama : Akhirnya aku menemukannya.
Baiklah, Check it coo~!

"Kecelakaan"

Akhirnya aku menemukannya.

Kucium cincin itu dengan bibir keringku. Udara malam menggigit kulitku. Setitik air mataku jatuh, kemudian diikuti dengan lelehan selanjutnya.

Sudah 3 hari aku mencari cincin ini. Cincin milik saudara kembarku. Gadis yang penuh dengan impian itu baru saja berpulang kehadapan-Nya, dia kini menyusul nenekku di surga.
 
--

Kakak kembarku, dia adalah gadis yang baik hati, penuh impian, memiliki cita-cita yang tinggi, dan selalu menyayangiku—adik kembarnya—dengan sepenuh hati.

Aku, kalau dibandingkan dengan kakak, sangatlah jauh. Bagai langit dan bumi. Keberadaanku sebagai saudara kembarnya selalu jadi pertanyaan orang-orang di sekeliling kami.

Kakakku memiliki paras yang cantik, bak seorang dewi. Padahal wajah kami sama, kami seperti satu-kesatuan, tapi entah kenapa kakak lebih bersinar dari pada aku.

Tidak hanya cantik, kakak mempunyai prestasi yang sangat gemilang dalam bidang akademik. Menang dalam kompetisi olimpiade tingkat nasional baginya seperti mendapatkan nilai 100 pada ulangan harian. Itu bukanlah hal yang sulit baginya. Padahal untuk mencapai sepuluh besar saja, aku berjuang mati-matian.

Dia juga terkenal baik hati dan lemah lembut. Bahkan kalau berhadapan dengannya, tidak heran kalau orang lain akan mengira dia adalah seorang malaikat. Sementara aku, anak yang kikuk dalam bergaul dan tidak mempunyai teman, apalagi sahabat.

Sewaktu kecil nenek lebih menyayangiku daripada kakakku, tapi kian hari nenek jadi lebih peduli dengannya. Begitu pun dengan ibu dan ayahku. 

Namun aku tidak bersedih sama sekali karena kakakku akan memberikan semua perhatian yang aku butuhkan. Bahkan kasih sayang dan perhatian yang tidak bisa kudapatkan dari ayah, ibu, maupun nenek.

Inilah yang namanya kompetisi. Di mana yang terbaiklah yang selalu mendapatkan banyak keuntungan. Dan aku selalu berada di pihak yang kalah.

Kakakku itu adalah manusia berkualitas terbaik. Sahabat terbaik, kakak terbaik, dan mungkin pacar yang selalu diidam-idamkan setiap cowok. Bahkan oleh Markus, kakak kelas XII paling populer di sekolahku. Kualitas Markus sebagai seorang anak, teman, sahabat, ataupun cowok sama tingginya dengan kualitas yang dimiliki kakakku.

Betapa sejajarnya kalau mereka disandingkan. Ya, tentu saja Markus tidak pantas untukku.

Maka ketika Markus mendatangiku, aku sangat terkejut, tapi harus kuakui saat itu akupun merasa senang. 

Dia mulai bicara dengan ragu dan menanyakan segala hal tentang kakakku. Saat itu juga aku langsung lunglai. Seperti ada sedotan yang melubangi paru-parumu sehingga kau merasakan tidak nyaman untuk bernapas. Masuknya udara benar-benar tidak sempurna.

Setelah itu, tanpa sepengetahuanku, tiba-tiba hubungan kakakku dan Markus mulai semakin dekat. Sampai akhirnya mereka janjian untuk kencan.

Aku membuntutinya, aku hanya ingin tahu lebih banyak, apakah seharusnya aku menyerah saja dengan kata yang kusandang ini? ‘Si pungguk yang merindukan bulan.’ 

Hhh... Malang benar.
 
Berharap aku bisa menemukan kejelekan Markus, menyudahi perasaanku, dan merestui kakakku dengannya.

Tapi tidak seperti yang aku pikirkan, perasaanku sekarang melenceng total dari yang aku harapkan.

Saat melihat kakakku sedang tertawa bahagia bersama Markus, rasa aneh timbul dalam hatiku. Panas yang membuat seluruh tubuhku menegang. Semua sakit. 

Maka ketika mereka berpisah di persimpangan jalan, aku ingin sekali mengutarakan rasa marah dan benciku kepada kakak. Hanya sekali, aku berjanji pada diriku. Akan kukeluarkan semua uneg-unegku dan selesai. Kami akan berbaikan kembali besoknya.

“Kak!” Aku memanggil kakakku dari belakang saat dia menapaki trotoar jalan. Semua begitu sunyi, sepi. Memang di jalan itu jarang sekali di lewati mobil.

“Wulan? Kok kamu di sini?” kakakku sedikit terkejut.

“Aku...” melihat wajah heran kakakku, aku bingung. Kemudian kakakku tersenyum teduh. Lama aku terdiam akhirnya kakakku membuka mulutnya.

“Mau ngomong apa? Di rumah aja yuk...”

“Kak Mulan...” Aku melihat wajah kakakku dan mengutuki nasibku yang malang karena tidak bisa memiliki nasib yang sama padahal wajah kita benar-benar mirip. 

Aku masih terdiam.

TIIIIINNN!! 
 Suara truk yang cukup besar membuat keheningan di antara kami pun pecah.

“Ayo Wulan, di rumah aja.” Aku kesal pada diriku yang tidak berdaya di hadapan kakakku. 

Lalu hampir bersisian jalan truk, Kak Mulan tersandung pembatas jalan antara trotoar dan jalan. Bukannya membantu dan menariknya agar tidak masuk ke tengah jalan tapi aku malah mendorong kakakku masuk ke tengah jalan.

Dengan kesimbangan yang tidak cukup kakakku dengan mudah masuk ke jalan dan beberapa detik setelah itu aku mendengar benturan sebuah benda dan benda lain beradu. Kejadiannya benar-benar cepat sekali.

Kakakku terpental karena tertabrak mobil truk dan truk masuk ke pinggir jalan, menabrak pohon besar. Aku jatuh terduduk tidak percaya.
--
 
Setelah kejadian itu aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun kepada polisi. Polisi dan semua orang di sekitarku mengatakan kalau aku mengalami shock yang sangat berat. Polisi juga mengatakan ini murni kecelakaan yang menewaskan supir dan orang yang ditabrak. Saksi mata hanya aku, tapi aku tidak bisa dimintai keterangan. Kasus ini langsung ditutup karena dianggap sudah selesai dan semua berjalan dengan normal kembali.

--
 
Malam hari datang. 
Aku diam-diam keluar, mencari sesuatu yang hilang di tempat kejadian perkara.

Sebelum kakakku pergi kencan, dia sempat berinteraksi dengan cincin kesayangannya,  pemberian nenekku sebelum meninggal, “Nek, hari ini aku bahagia sekali. Kak Markus yang kutaksir selama ini, ngajakku ng-date...”

Tapi, saat jasad kakakku dibawa ke rumah sakit, aku tidak menemukan cincin itu melingkar di jarinya.

--

Dan Akhirnya aku menemukannya di antara rumput yang ada diperbatasan trotoar dengan taman sisi jalan.

“Nek, aku tidak salah kan? Nek... Itu hanya kecelakaan...” kata-kata pertama kali yang keluar dari mulutku, setelah sekian lama bungkam. 
Mencium cincin itu dan merasakan seakan-akan aku sekarang berada dalam pelukan nenek.

“Kecelakaan, Nek... itu kecelakaan...” Aku menapaki kembali jalan pulang dan merasakan udara dingin menggigit kulitku. Kusadari jelas aku tersenyum di antara isakku.

Tapi asal tau saja, aku tidak menyesal sama sekali.


FIN~

3 comments: